Samaria awalnya adalah Ibukota Israel Utara yang diduduki oleh suku Yusuf keturunan Yakub. Tahun 720 SM ditaklukkan oleh Asyur sehingga sebagian besar penduduknya dikeluarkan dan diganti dengan pendatang asing (2 Raj 17:6). Pada awal zaman Persia Israel diizinkan kembali ke Yerusalem, mereka mencoba membangun kembali Bait Allah dan tembok kota. Tetapi segera mereka mendapat perlawanan dari penguasa Samaria. Kemungkinan peristiwa ini menyebabkan betapa bencinya orang-orang Yahudi dengan orang-orang Samaria. Pada zaman Perjanjian Baru orang-orang Yahudi menghina orang Samaria sebagai orang asing, padahal sebenarnya banyak persamaan diantara mereka. Hal lain yang menjadi jurang pemisah antara Yahudi dan Samaria adalah kepercayaan mereka bahwa Nabi Musa akan datang sebagai pembaharu dan Bukit Gerizim sebagai tempat yang ditetapkan Tuhan untuk mempersembahkan korban (Ul 27:4). Sementara orang Yahudi beranggapan bahwa Musa bukanlah Mesias dan hanya di Yerusalemlah tempat mempersembahkan korban yang ditetapkan Tuhan.
Orang Yahudi beranggapan bahwa julukan paling buruk untuk seseorang yang tidak disukainya adalah menyebut dia orang Samaria. Pada zaman Yesus permusuhan diantara keduanya masih sangat tajam, baik dari sisi kebangsaan maupun secara spiritual. Ketika Yesus melintas di daerah Samaria dalam perjalanan ke Yerusalem orang-orang Samaria tidak mau menerimanya. Hal ini terungkap dalam perkataan seorang perempuan yang dijumpainya di sumur, ‘Masakan Engkau, seorang Yahudi minta minum kepadaku seorang Samaria?’. Selain itu orang-orang Yahudi biasanya tidak mau berbicara dengan perempuan apalagi perempuan Samaria. Tak terkatakan jika ia adalah perempuan sundal.
Tetapi Yesus sebagai orang Yahudi menerobos tembok pemisah yang kokoh dengan orang Samaria yang telah turun-temurun itu. Ia sengaja melintasi daerah Samaria untuk menemui seorang perempuan yang membutuhkan air hidup, lebih dari air untuk kelangsungan hidup jasmaninya. Inisiatif Yesus di sumur Yakub itu menyebabkan perempuan Samaria yang sundal itu bisa meneguk Air Kehidupan. Bukan hanya itu air kehidupan yang diteguknya meluap dari hidupnya hingga mengairi satu kota. Melalui perempuan yang dianggap hina itu, satu kota asing yang dianggap kafir meneguk Air Kehidupan dan diselamatkan. Perhatian Kristus kepada perempuan sundal dan kota asing serta kafir Samaria membuktikan bahwa kasih karunia-Nya tersedia bagi siapa pun tanpa terkecuali. Termasuk untuk saudara dan saya. -PRB