GKI Peterongan

Berani Menyatakan Kebenaran

Sebagian besar dari kita pasti tidak asing dengan pepatah kuno berbunyi “diam itu emas.” Tentu “diam” yang dimaksudkan di sini adalah tidak berbicara. Memang banyak bicara dapat menunjukkan kebodohan, bahkan mendatangkan kesalahan (kita berdalih: “keceplosan”). Berdiam kadang merupakan sikap yang bijak—mengingat kecenderungan kita berkata-kata jahat. Di saat kita tersinggung dan diliputi amarah, tentu lebih baik diam daripada mengumpat atau memaki. Hal yang tidak layak diucapkan seorang Kristen. Namun diam adalah pilihan yang sangat buruk ketika kita dituntut bersuara nyaring menyatakan kebenaran Allah (misalnya ketika mengabarkan Injil).
Lebih jauh lagi, “diam” bukanlah melulu berkaitan dengan absennya gerak bibir dan lidah. “Diam” juga berarti tidak berbuat apa-apa. Menyatakan kebenaran juga berkaitan dengan berbuat apa yang benar. Di tengah-tengah arus deras korupsi berjemaah, pernyataan kebenaran seorang Kristen bukan hanya sekadar menegur atau mengecam, tetapi juga tidak ikut-ikutan.Menyatakan kebenaran memang mudah dipikirkan, direnungkan dan diwacanakan, tetapi sulit dilakukan. Banyak alasan mengapa kita lebih suka diam. Mungkin kita merasa segan dan sungkan dengan orang yang lebih tua, sebaya, atau lebih muda—melebihi perasaan segan dan sungkan kepada Tuhan. Mungkin pula kita tidak siap (atau takut?) terhadap reaksi mereka yang kepadanya kebenaran dinyatakan. Atau mungkin pula kita “tertawan” dengan sindrom sukses: ingin seperti Yunus yang mampu “mempertobatkan” seisi kota Niniwe hanya dengan khotbah 8 kata—namun sayang pengalaman memperlihatkan bahwa kita tidak sanggup melakukannya.
Alkitab menyaksikan bahwa menyatakan kebenaran mengandung resiko. Amos ditugaskan untuk menyatakan penghukuman TUHAN bagi bangsa yang memperkosa keadilan, namun ia diusir. Paulus gemar memberitakan Injil, namun ditolak, didera dan dipenjara. Yohanes Pembaptis “mempersiapkan jalan untuk Tuhan” dengan menegur pejabat besar, namun hidupnya berakhir dengan kepala di atas talam. Yang paling buruk dari semuanya adalah kematian Sang Jalan, Kebenaran dan Hidup—Tuhan Yesus Kristus—di atas kayu salib.
Manusia berdosa cenderung tidak suka dengan kebenaran. Ketika menyatakan kebenaran, kita akan menghadapi oposisi. Siapakah yang sanggup menanggung tugas berat ini? Hanya karya dan kuasa Roh Kudusyang memampukan kita berani menyatakan kebenaran di tengah-tengah dunia yang jahat dan bengkok ini. Mari menyatakan kebenaran melalui kata dan perbuatan, membiarkan Allah bekerja melalui kita untuk menggarami dan menerangi dunia gelap ini. (WF)

Williem Ferdinandus

Arsip