GKI Peterongan

Buah Pertobatan Sejati

Yesaya 11:1-10, Roma 15:4-13, Matius 3:1-12

“Kapok lombok !” adalah sebuah ungkapan tentang rasa sesal karena berbuat, tetapi tidak lama lagi diulangi kembali. Pedas adalah rasa yang sedianya tidak nyaman. Tetapi apabila digabungkan dengan rasa yang lain seperti manis, asin, dan gurih, pedas akan menjadi sebuah gabungan rasa yang saling melengkapi, yang membuat si perasa ingin kembali lagi ke gabungan rasa itu.
Dosa, sama seperti rasa pedas tersebut. Apabila di’nikmati’ dalam gabungan situasi tertentu, maka ia akan menimbulkan rasa yang membuat si pendosa selalu ingin kembali kesitu.  Sama seperti rasa pedas – dosa – apabila kita pisahkan, rasakan, dan maknai secara tersendiri akan menampakkan identitas yang sebenarnya, yaitu tidak nyaman. Kehidupan yang terus terikat dengan dosa juga perlahan akan menampakkan buahnya, yaitu kegagalan kita untuk masuk dalam Kerajaan Sorga.
Pertobatan, atau metanoia dalam bahasa Yunani, artinya jauh lebih dalam daripada sekedar meminta atau memohon ampunan untuk dosa kita, jauh lebih dalam daripada sekedar penyesalan terhadap dosa yang telah kita lakukan. Pertobatan berarti berbalik dari jalan hidup kita yang lama dan menyatakan bahwa kita hendak menempuh jalan yang baru, yang dalam perayaan ibadah kita minggu ini dinyatakan dalam tindakan baptisan.
Pertobatan yang hanya dinyatakan tetapi tidak diikuti perubahan arah hidup bukanlah pertobatan yang sejati. Identitas kita sebagai anak-anak Allah harus dinyatakan dengan hidup yang berbuah kebenaran. Tuhan kita akan menghakimi dengan adil. Tidak hanya dengan sekilas pandang atau mendengarkan kata orang. Kepada yang salah, yang benar, yang jujur, dan yang fasik – Ia akan menjatuhkan penghakiman-Nya dengan penuh keadilan dan kebenaran (Yesaya 11:3-5).
Tanpa perubahan hidup, maka tiada bedanya seperti orang-orang Farisi dan Saduki yang ditolak oleh Yohanes Pembaptis, karena Yohanes tahu persis keinginan mereka untuk dibaptis hanya sebagai pemenuhan ritual untuk melepaskan diri dari penghukuman Tuhan yang akan datang. Kita harus berjuang untuk menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan (Mat 13:7-8).
Perubahan hidup juga akan terlihat dengan adanya damai sejahtera yang dianugerahkan Allah. Ketika kita sudah berdamai dengan Allah, maka sepatutnya pula kita hidup dalam perdamaian dengan sesama (Rm 15:5-7) dan alam sekitar kita (Yes 11:6-9), sehingga terjadi harmoni bersama dalam memuliakan Tuhan. (DAA)

David Alexander Aden

Arsip