Bicara soal mengindonesia, tentu yang terpikir oleh kita adalah berbagai hal yang sesuai dengan konteks bangsa dan negara Indonesia. Apa yang sesuai dengan konteks bangsa kita saat ini? Kebanyakan orang berpikir bahwa masalah ekonomi, sosial, kesehatan, dll. adalah hal yang sesuai dengan konteks Indonesia. Masalah-masalah itu dipandang sebagai penghambat terwujudnya kesejahteraan rakyat. Namun tidak demikian dengan pandangan presiden kita. “Revolusi Mental” merupakan jargon yang diusung oleh presiden terpilih Joko Widodo sejak masa kampanye Oktober 2014, (Kompas.com, 17 Oktober 2014). Beliau melihat pentingnya perubahan secara cepat (revolusi) untuk mengembalikan bangsa kepada karakter orisinilnya. Presiden Jokowi menyebut bangsa kita orisinilnya berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah dan suka bergotong-royong, itu seharusnya menjadi modal agar rakyat sejahtera.
Apa kata firman Tuhan tentang masalah karakter? Dalam Mazmur 112 tertulis ada orang yang berkarakter baik yaitu, pengasih dan penyayang, menaruh belas kasihan, memberi pinjaman, berhati teguh, berbagi pada orang miskin. Karakter yang baik seperti itu hanya dihasilkan dari seorang yang takut akan Tuhan dan yang sangat suka akan perintah-Nya (ayat 1). Jika konteks yang sesuai dengan Indonesia adalah revolusi mental maka Indonesia membutuhkan pemimpin dan rakyat yang takut akan Tuhan. Disinilah gereja memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk umat yang takut akan Tuhan. Jika umat memiliki hati yang takut akan Tuhan maka dimanapun ia tinggal, apapun yang ia pikirkan dan lakukan tentu akan memberi kontribusi positif bagi lingkungannya.
Gereja Kristen Indonesia dikenal sebagai gereja yang mengindonesia ketika umatnya bisa menjadi saksi Tuhan yang berkarakter baik serta mampu memberi kontribusi positif bagi bangsa dan negara. Di atas semua itu nama Tuhan Yesus Kristuslah yang akan dikenal dan ditinggikan. (Ejo)