2 Korintus 4:13-5:1
Belasan tahun yang lalu, saya terjebak dalam sebuah situasi yang mengerikan. Kapal laut yang saya tumpangi terjebak badai di tengah laut Jawa, ketika sedang dalam perjalanan dari Banjarmasin menuju ke Surabaya. Gelombang setinggi 4 sampai 5 meter berulangkali memukul badan kapal. Kapal miring ke kanan dan ke kiri sampai kami kehilangan pandangan garis cakrawala. Semua perabot dalam kapal bergeser mengikuti arah kemiringan kapal. Penumpang panik, kekacauan terjadi ketika pelampung penyelamat dibagikan. Besar kecil, laki-laki perempuan, semua menjerit dalam keputusasaan. Jeritan doa minta keselamatan terdengar dimana-mana.
Tangisan ketakutan dan putus asa mereka hampir membuat saya terbawa suasana. Besarnya gelombang laut yang kami lihat di kaca jendela kapal sungguh menciutkan hati. Rasanya kalau tercebur di sana, sepandai apapun saya berenang pasti tidak akan bertahan. Terbayang berbagai adegan mengerikan apabila kapal ini benar-benar tenggelam. Horor penderitaan terkatung-katung di tengah laut mulai menghantui. Tawar hati, putus asa, mulai merenggut rasa damai sejahtera. Tawar hati adalah sebuah kondisi dimana kita kehilangan semangat untuk melanjutkan kehidupan. Ketika itu terjadi, ketakutan dan kekuatiran akan menggantikan semangat, dan menguasai seantero kehidupan kita – merusak kebahagiaan kita.
Terpujilah Tuhan, ketidakberdayaan itu justru membuat saya berserah. Doa berserah kepada Tuhan terucap perlahan dalam hati, walau awalnya dalam keraguan, perlahan membawa keyakinan. Keyakinan dalam iman, bahwa apapun yang akan terjadi, Tuhan Yesus yang saya percaya selalu memberikan yang terbaik bagi saya. Keyakinan yang membuahkan sebuah pengharapan.
Pengharapan ini pula yang tersirat dan tersurat dalam bacaan kita hari ini. Lewat kesaksiannya, Rasul Paulus menceritakan keyakinan sikapnya dalam menghadapi penderitaan badaniah yang dideritanya saat itu tidak berarti dibandingkan kemuliaan/kebahagiaan kekal yang akan diterima nanti bersama (2 Kor. 4:13-5:1).
Keyakinan yang sama, bahwa apapun yang terjadi, kasih karunia Allah nyata dalam Kristus, telah menebus dan menyelamatkan saya, dan menyediakan tempat kediaman di sorga yang kekal (2 Kor. 5:1). Ditengah keriuhan dan kepanikan, akhirnya saya bisa tertidur tenang, mempercayakan seantero kehidupan kepada besar kuasa tangan Tuhan. Total tiga puluh dua jam kapal terkatung-katung di tengah laut Jawa, sampai akhirnya dapat kembali merapat di Banjarmasin. Iman dalam Kristus menghilangkan ketakutan, melenyapkan tawar hati, memberi pengharapan dan damai sejahtera yang tak bergantung situasi. (DAA)