Ada suatu pepatah mengatakan, “Kasih Anak Sepanjang Galah, Kasih Ibu Sepanjang Jalan”, artinya : kasih sayang anak kepada orang tua dapatlah terukur sedangkan kasih ibu kepada anaknya tidak terukur. Meski pepatah ini ingin mengungkapkan adanya kasih yang tidak terukur atau terbatas, namun tetap saja kasih si ibu itu ada dalam batas-batas kekeluargaan yang memiliki hubungan darah.
Bila kita berbicara masalah kasih yang tak terbatas maka kita berbicara tentang kasih yang bukan saja tiada habis-habisnya diterima, tetapi juga kasih yang melampaui batas-batas lingkungan maupun golongan. Contoh kongkret kasih ini telah ditunjukkan oleh seorang perwira di Kapernaum. Panglima ini digambarkan mempunyai sikap luar biasa terhadap hambanya yang bukan hanya demi pencitraan dan popularitas, tetapi sungguh-sungguh memperhatikan dan menghargai hak-hak kemanusiaannya. Panglima ini juga mempunyai sikap yang sangat luar biasa toleran terhadap orang Yahudi yang dinyatakan dengan tindakan giat mendirikan synagoge. Dan pada akhirnya panglima ini juga menunjukkan sikap kasih yang penuh dengan kerendahan hati karena ia sangat memahami bahwa seorang Yahudi berdasarkan Taurat dilarang keras untuk memasuki rumah seorang kafir, demikian pula ia dilarang mengijinkan seorang kafir masuk ke dalam rumahnya atau berkomunikasi dengan mereka. Bahkan ia tidak boleh datang sendiri kepada Yesus, maka ia meminta tolong kepada sahabat-sahabat Yahudinya untuk menemui Yesus dan menyampaikan permohonannya.
Panglima ini adalah contoh atau model seseorang yang mempraktekan kepemimpinannya dengan hati, ia benar-benar seorang pemimpin yang melindungi anak buahnya. Hak-haknya sebagai manusia dia pulihkan. Perbedaan status, keyakinan agama, suku bangsa tidak menghalangi tindakan kasihnya untuk menolong si hamba ini. Kasihnya tak berbatas.
Lalu bagaimana dengan perilaku hidup kita yang statusnya disebut sebagai “anak Allah” ! Bukankah seharusnya kita lebih mengerti dan memahami apa yang Allah inginkan agar kita dapat bersikap terhadap sesama ? Atau jangan-jangan justru kita sendiri yang telah menjadi pembatas atas kasih yang seharusnya tidak terbatas. (JS)