Kisah penyaliban Yesus tidak hanya populer bagi orang Kristen dan Katolik, tapi juga dikenal oleh berbagai kalangan. Cerita, lukisan, bahkan filmnya pernah ditayangkan di bioskop maupun TV. Salah satu filmnya yang paling spektakuler “The Passion of The Christ” telah ditonton oleh jutaan orang. Di sana penderitaan Yesus yang hebat digambarkan dengan sangat hidup. Siapapun yang melihatnya pasti merasa miris dan ngeri. Para penonton menganggapnya sebagai film yang sangat bagus. Meskipun begitu, sebagian besar dari mereka tidak bisa tercelik mata hatinya untuk memahami apalagi percaya dan menerima Kristus sebagai Juruselamat.
Manusia bisa melihat dengan mata jasmani, namun mata rohaninya tetap buta. Dalam bacaan hari ini, dua orang yang menuju Emaus (Lukas 24:13-49) dan Maria Magdalena (Yohanes 20:1-18) juga pernah berada di posisi kebanyakan orang. Mereka sudah begitu dekat, melihat, bahkan mengobrol dengan Tuhan Yesus tapi tidak bisa mengenali-Nya. Mereka berada dalam keadaan yang sangat berduka dan hilang harapan. Barulah setelah Yesus memperlihatkan siapa diri-Nya dengan cara yang mereka kenal (memecah roti dan memperdengarkan suara khas-Nya) mata mereka tercelik. Harapan yang tadinya terpuruk, kini bangkit kembali. Dukacita diganti dengan sukacita sehingga dengan penuh semangat mereka menceritakan kebangkitan Kristus kepada semua orang (Yoh 20:18, Luk 24:33-35).
Ada tiga pesan dari renungan ini. Pertama, iman kita kepada Kristus adalah murni inisiatif Tuhan, itulah yang disebut anugerah. Kedua, anugerah mengubah dukacita dengan sukacita karena memiliki pengharapan di dalam Kristus. Ketiga, anugerah itu harusnya membuat hati kitapun berkobar untuk memberitakan tentang Kristus kepada semua orang. Mari ceritakan kembali kabar baik ini! (Ejo)