Sejak SD saya sangat menyukai film superhero, karena seorang superhero bisa melakukan segalanya. Sampai-sampai saya sempat bercita-cita untuk menjadi superhero ketika saya besar nanti. Banyak manusia bermimpi bisa tampil sempurna, menjadi sosok hebat yang bisa menyelesaikan segala masalah. Mimpi tersebut sebenarnya justru menyadarkan betapa lemahnya kita. Realitanya kita hanyalah ben-adam – anak manusia – yang memiliki segudang keterbatasan dan kekurangan. Sayangnya, banyak manusia tidak menyadari akan hal ini.
Orang-orang Nazaret, penduduk di kampung halaman Yesus juga tidak menyadari akan hal ini. Hanya karena mereka mengetahui masa kecil Yesus dan mengenal silsilah keluarga Yesus, mereka merasa tahu segalanya tentang Yesus. Kesombongan inilah yang membuat mereka gagal mempercayai hikmat dan kuasa Yesus. Mereka terlalu bergantung pada pola pikir mereka yang sedemikian sempit. Penolakan yang mereka lakukan membuat Yesus tidak bisa mengadakan satu mujizat pun di sana (Markus 6:1-6). Bukan karena Yesus tidak berdaya, namun karena mereka telah menutup hati bagi Yesus. Akibatnya, mereka tidak bisa merasakan dampak kuasa Yesus dalam kehidupannya.
Manusia memang susah sekali menyadari kelemahan di dalam hidupnya, tak terkecuali kita para pengikut Kristus. Kita lebih mempercayai pemikiran kita, kepandaian, keterampilan dan gelar yang kita miliki. Jabatan, harta, dan kekayaan yang kita miliki membuat kita merasa kuat dan bisa melakukan segalanya. Kita jadi lupa bahwa kita adalah manusia yang lemah, yang membutuhkan kuat dan kuasa Tuhan. Bersyukurlah jika Tuhan masih mau mengingatkan kita lewat ujian dan persoalan yang Ia ijinkan terjadi dalam kehidupan kita. Pergumulan dan persoalan yang ada membuat kita menjadi sadar akan kelemahan kita, sehingga lantas kita mau berserah kepada Tuhan. Pada saat itulah maka kuat dan kuasa-Nya menjadi nyata dalam hidup kita. Rasul Paulus berkata, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus menaungi aku” (II Korintus 12:9b). Maukah kita juga belajar menerima dan bermegah dalam kelemahan kita seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus? Karena Tuhan berkata, “Cukuplah kasih karunia–Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa–Ku menjadi sempurna” (II Korintus 12:9a). (NES)