Pelayanan Paulus di Tesalonika tidaklah sia-sia. Namun setelah kepergiannya ia mendengar tuduhan-tuduhan yang miring tentang dirinya. Maksudnya agar orang-orang baru bertobat goyah imannya. Ia disamakan dengan pengkhotbah-pengkhotbah luar yang datang ke Tesalonika, yang mencoba memikat para pendengarnya demi keuntungan pribadi. Paulus yang mendengar hal itu menangkisnya dengan tegas. Bahwa ia melayani di Tesalonika dengan berusaha menyenangkan Allah dan bukan pendengarnya. Ia berkhotbah tak pernah bermulut manis dengan maksud yang tersembunyi. Ia tidak mencari pujian dari manusia walaupun hal itu bisa dilakukannya. Melainkan melakukan segala sesuatu dengan ramah dengan hati yang murni seperti seorang ibu mengasuh dan merawat anaknya. Dengan tegas ia berkata Allah adalah saksi atas semuanya Dialah yang menguji hati.
Setiap kita menghadapi cobaan untuk menyenangkan orang lain dalam setiap tindakan kita tanpa terkecuali dalam pelayanan. Kita berusaha untuk diterima, dipuji dan dimuliakan seperti orang lain. Kadang-kadang ada yang memakai kata-kata yang indah dan rayuan untuk memperoleh sumbangan keuangan, tambahan anggota jemaat, kedudukan politik atau pun pujian orang lain. Kalau pun kita tak bermaksud untuk itu, kadang-kadang kita dituduh melakukannya. Akan hal itu kita menjadi enggan berbuat baik dan mengasihi.
Belajar dari Paulus, walaupun dicurigai dan disalah mengerti bahkan difitnah mencari keuntungan sendiri ia tetap mengasihi. Ia tak berhenti menghadirkan kasih kepada siapa pun termasuk kepada mereka yang membenci dan memusuhinya. Kadang-kadang ada yang tidak tulus merespon atau menolak kasih kita tetapi kita harus tetap mengasihi. Seperti pesan Kristus, ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’. Pribadi atau keluarga yang punya integritas Ilahi akan tetap menghadirkan kasih dalam kondisi dan situasi apa pun. Termasuk ketika ditolak, disalah mengerti, dicurigai atau pun difitnah, sebab ia yakin bahwa Allah sanggup menguji hati dan memeriksa motivasinya. – PRB