Orang baik susah bertobat. Pernyataan ini seakan kontradiktif tetapi mengandung kebenaran. Banyak orang merasa hidupnya sudah cukup baik menurut pandangan pribadinya. Mereka hidup rukun, rajin berderma, dan jujur. Sehingga apabila kita mengamati hidup mereka, kita seakan melihat mereka tidak perlu anugerah Tuhan untuk meraih keselamatan sorgawi. Ironisnya, banyak dari mereka juga berpendapat sama, bahwasanya mereka tidak ‘membutuhkan’ anugerah Tuhan, karena mereka merasa sudah cukup baik untuk meraih keselamatan sorgawi.
Hal yang sama mungkin juga dapat terjadi pada diri kita. Ketika kita merasa diri kita sudah cukup baik, kita melupakan bahwa kita masih sangat membutuhkan anugerah Tuhan. Kita melupakan bahwa kita harus hidup kudus seperti Allah yang kudus (1 Pet 1:14-17). Standar kekudusan Allah yang sempurna sebenarnya jauh melampaui standar kekudusan yang kita pahami, sehingga kita semua pasti tercemar dosa (Rom 3:23), mustahil bagi kita untuk meraih keselamatan tanpa korban penebusan yang sempurna (1 Pet 1:18-19). Inilah kebenaran yang hakiki tentang rapuh dan cemarnya kita dalam sudut pandang kekudusan Allah – dan betapa besarnya anugerah Allah yang ditunjukkan kepada kita melalui pengorbanan Yesus Kristus.
Ironi anugerah juga kita baca dari kisah perjalanan dua murid Yesus ke Emaus (Luk 24:13-35). Mereka hidup bersama Yesus, mendengarkan sendiri pengajaran-Nya, menyaksikan sendiri mujizat demi mujizat yang dilakukan-Nya. Tetapi justru ketika puncak karya kasih-Nya terjadi, mereka tidak memahaminya! Bahkan mereka tidak percaya Yesus sudah bangkit dan menang! Mereka larut dalam kesedihan dan keputusasaan, karena apa yang diharapkan seakan pupus dan musnah. Tetapi apa yang diperbuat Yesus terhadap mereka? Yesus dengan sabar mendengarkan keluh kesah mereka, membimbing dan mengingatkan mereka akan pengajaran-Nya, bahkan pada akhirnya berkenan untuk menampakkan diri kepada mereka! Hati mereka pun berkobar-kobar setelah memahami anugerah Kristus. Terpujilah Kristus yang tidak pernah putus beranugerah kepada kita yang lemah ini!
Demikian pula seharusnya kita, dengan karya Roh Kudus kita dimampukan memahami anugerah Allah. Hendaknya kita bertobat dan berubah – meninggalkan jalan hidup kita yang lama (Kis 2:38). Ketaatan untuk berubah adalah wujud nyata kasih kita kepada-Nya – bukan untuk meraih sorga – tetapi karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita. (DAA)