“Susi Pudjiastuti cuma lulusan SMP. Mana mampu jadi Menteri Kelautan dan Perikanan?” “Tim Ekonomi Jokowi diragukan.” “Puan tidak cocok jadi Menteri Sosial.” Komentar diatas muncul begitu Presiden Jokowi mengumumkan “Kabinet Kerja.” Mengapa publik sangat kritis menilai para menteri baru? Karena mereka sadar: ganti Menteri, ganti kebijakan. Menteri yang baik bisa menata negara jadi lebih apik. Tetapi Menteri berkinerja buruk bisa membuat negara terpuruk. Pergantian kepemimpinan memang riskan, jika jatuh bangunnya negeri ini semata bergantung pada kemampuan para pemimpinnya.
Dalam kepemimpinan Kristen, bukan figur para pemimpin yang menentukan jatuh bangunnya umat, melainkan Tuhan sebagai Kepala jemaat. Ketika Yosua ditunjuk menggantikan Musa, ia masih hijau. Kemampuannya jauh dibawah sang senior. Bukan figur ternama. Namun Tuhan berkata: “Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel, supaya mereka tahu, bahwa seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai kamu” (Yos 3:7). Ketika pemimpin berganti, ternyata kepemimpinan Ilahi tetap berkelanjutan. Bukan karena kemampuan Yosua sebagai pemimpin berikutnya, melainkan karena penyertaan Tuhan turun atas dirinya.
Para pemimpin gereja datang dan pergi. Kadang membuat arah dan gaya kepemimpinan jadi berbeda. Namun tidak perlu kita resah seperti para pengamat politik tadi. Sebab sebenarnya Kristuslah pemimpin umat. Yang kita perlukan hanyalah berusaha hidup menuruti tuntunan Tuhan. Tepatlah perkataan Jack Hyles: “Sebenarnya tak seorang pun cocok menjadi pemimpin Kristen sejati, kecuali ia mau menjadi pengikut Kristus sejati.” (JTI)