Baru-baru ini ada seorang gadis kecil tewas di tangan ayah kandungnya sendiri. Pemicunya hanya masalah sepele yaitu rebutan baju antara gadis kecil itu dengan kakaknya. Ketika ditanya, ayahnya mengatakan sangat emosi saat mendengar pertengkaran kedua anaknya. Mereka bertiga belum makan dari sejak bangun pagi, sang ayah tidak mengantongi uang sepeser pun. Hidup menumpang di gubuk saudaranya, istrinya pun pergi dengan pria lain. Kepala unit di kepolisian yang meneliti kasus ini mengatakan bahwa kemiskinan menjadi penyebab seseorang berbuat jahat. Lagi-lagi kemiskinan menjadi “kambing hitam” lahirnya masalah kriminal. Kasihan orang miskin, mereka “di cap” sebagai orang yang sangat potensial terlibat masalah kriminal.
Mari kita lebih terbuka! Apakah benar kemiskinan adalah penyebab seseorang menjadi jahat? Bukankah banyak pejabat yang kaya justru menjadi koruptor? Dan tidak sedikit juga orang yang tetap bahagia walaupun tanpa disertai kemewahan hidup. Kondisi seseorang bisa saja jadi pemicu tapi itu bukan penyebab utama. Dosa menjadi penyebab utama kejahatan dan ketidakpuasan hidup manusia. Dosa membuat manusia lebih berfokus pada hal-hal yang fana sehingga tidak bisa bersyukur apalagi merayakan kebahagiaan hidupnya. Lihatlah bangsa Israel yang bersungut-sungut dengan mengatakan roti manna dari Tuhan itu adalah makanan hambar yang memuakkan. Fokus mereka hanya soal kenyamanan hidup. Tuhan tentu saja perlu menyadarkan kesalahan mereka. Pagutan ular tedung dan tiang ular tembaga menjadi pelajaran berharga bagi Israel (Bil. 21:4-9). Siapa yang berfokus pada hal yang fana akan binasa, tapi siapa yang memandang Tuhan/ berfokus pada-Nya pasti selamat. Fokus hidup untuk Tuhan hanya bisa diraih setelah kita mendapat anugerah keselamatan dalam Kristus (Ef. 2:8-10).
Mereka yang mampu berfokus kepada Tuhan pasti bisa merasakan hidup bahagia. Kebahagiaan tidak lagi diukur dari hal-hal yang fana. Ia bahkan berani berkata, jika semua yang dimilikinya habis lenyap, ia bisa berbahagia asal tetap memiliki Tuhan untuk selama-lamanya (Maz. 73:25-26). Anak-anak Tuhan yang sudah sampai pada taraf ini pasti bisa merayakan hidupnya. Kebahagiaan dan kepuasan dirinya hanya ada di dalam Tuhan. -EJo-