Suatu saat, seorang perempuan Siro-Fenisia datang kepada Yesus dan memohon supaya Yesus mengusir setan dari anaknya. Yesus kemudian berkata “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Perempuan itu menjawab Yesus dengan mengatakan bahwa anjing pun boleh makan remah-remah yang jatuh dari meja. Mendengar itu, Yesus mengabulkan permintaannya dan anaknya saat itu pulih.
Bagaimana kesan Anda mendengar kisah ini? Ini adalah fakta. Yesus sebenarnya tidak sedang berusaha menolak perempuan Siro-Fenisia ini Sebaliknya, Ia hanya menyampaikan fakta yang ada bahwa pandangan yang ada saat itu menempatkan umat Yahudi sebagai umat Allah atau anak-anak Kerajaan (lih. Mat.8:11-12) sementara bangsa lain adalah kafir, sehingga dapat diumpamakan seperti anjing.
Pertanyaannya kemudian: kalau begitu, yang Yesus “berikan” kepada sang perempuan Siro-Fenisia saat itu adalah “remah-remah” atau “roti”? Terkesan, Yesus setuju untuk memberi “remah-remah” pada perempuan itu. Padahal tidak. Perhatikan: Yesus mengabulkan permintaannya dan memulihkan anaknya dari kerasukan, sama seperti apa yang Ia lakukan bagi orang-orang Yahudi. Yesus datang memberi “roti” bagi perempuan asing ini yang “lapar”. Tepat seperti apa yang dikatakan oleh pemazmur: “… [Allah Yakub] yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. … TUHAN menjaga orang-orang asing, …” (Mzm.146:7,9). Yesus melakukan kebaikan dalam karya-Nya yang ajaib juga kepada orang-orang yang tadinya tidak terjangkau karena selama ini diletakkan di balik sekat dunia: mereka yang buta, tuli, lumpuh, bisu, lapar, terpenjara, tertindas, yang asing, yatim, dan janda (Yes.35:5-6, Mzm.146:7-9). Karya kasih-Nya bagai mata air yang terus meluap membasahi gurun: tidak dapat dibendung (Yes.35:6).
Jika kita adalah umat-Nya, maka seharusnya kita juga punya sikap yang sama, terlebih karena hal ini sudah diperintahkan pada kita. Yakobus mengatakan dengan gamblang: “… sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, … janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandnag muka. … jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,” kamu berbuat baik” (Yak.2:1,8). Dan iman kita dikatakan mati, jika kita dengan mulut mengaku Yesus sebagai Tuhan, tetapi tidak disertai dengan perbuatan (Yak.2:17). Maka berbuatlah, berkaryalah melampaui sekat duniawi, tepat seperti apa yang Yesus lakukan. (XND)