Secara populer, kata takjub dipahami sebagai suatu reaksi yang membuat seseorang kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan suatu hal yang luar biasa. Terdapat unsur keajaiban dan mukjizat dalam reaksi tersebut yang melumpuhkan akal seseorang untuk beberapa saat, serta dibarengi dengan perasaan heran dan kagum. Terkadang, reaksi ini dibarengi oleh reaksi tubuh yang terpaku. Kira-kira itulah yang dialami oleh Petrus dan teman-temannya manakala mereka melihat Yesus yang wajahNya berubah dan pakainNya menjadi putih berkilau-kilauan. Terlebih pula ketika ada 2 tokoh besar dalam tradisi Yahudi yang sangat dihormati dan di segani yakni: Musa karena dialah yang meletakkan dasar hukum bagi umat Isreal. Kehadiran Musa menegaskan identitas Isreal sebagau umat Allah, dan tokoh Elia yang juga disegani karena dipandang sebagai yang besar diantara para nabi, yang memurnikan ibadah kepada Yahweh. Tradisi Yahudi mempercayai bahwa baik Musa maupun Elia akan muncul kembali pada zaman akhir.
Rasa takjub para murid kepada Yesus, karena Yesus bersama dengan tokoh-tokoh besar tersebut, dan itu memberikan sebuah perasaan yang luar biasa dalam diri mereka. Mereka merasa memiliki pemimpin/guru yang luar biasa kedudukannya. Hingga dalam perasaan takjub itulah Petrus berkata: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Di sini Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya, disangkanya Yesus hadir dan ingin membangun kerajaan dunia. Pada hal sesungguhnya peristiwa transfigurasi ingin menunjukkan bagaimana Yesus harus melangkah ke Yerusalem menggenapi karya sang Bapa yakni keselamatan melalui penderitaan bahkan kematian. Oleh sebab itu terdengarlah suara dari langit, “Dengarkanlah Dia”.
Seharusnya rasa takjub membuat manusia semakin tunduk dan takut pada Tuhan serta menempatkan segala diri dan keinginan dibawah kehendak Tuhan, bukan justru mengatur dan memerintahkan Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi kehendak manusia. Kadang ada salah pemahaman dimana ketika melihat Yesus adalah Allah yang luar biasa, maha kasih, maha kuasa, namun kemudian menggunakan kuasa dan kehebatan Allah itu untuk memenuhi kehendak manusia. Sikap takjub kepada Yesus seharusnya membawa kita semakin mencintaiNya, tunduk, taat serta mendorong kita untuk semakin setia dan merendah kepadaNya. Sudahkah itu….? (JS)