“Begitu Dekat. Begitu Nyata”, motto Telkomsel dalam memasarkan layanan selularnya. “Dekat” karena lewat telepon genggam, kekasih yang tinggal jauh bisa dihubungi seketika. “Nyata” karena suaranya terdengar jelas sekali, seolah hadir di hadapan anda. Firman Tuhan pun sebenarnya begitu dekat dan nyata. Ia “sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan” (Ul 30:14).
Bahwa firman Tuhan “begitu dekat,” rasanya semua orang setuju. Di era informasi ini, firman Tuhan bisa dibaca dan didengarkan kapan dan dimanapun. Bukan hanya lewat Kebaktian Minggu, tetapi juga lewat siaran radio, internet, smartphone berisi teks Alkitab. Namun sudahkah Firman itu “begitu nyata”? Kadang tidak. Bukan karena artinya kurang jelas, melainkan karena kebenarannya belum kita alami. Karena firman itu belum diberlakukan. Baru menjadi “teori indah” dalam pikiran.
Suatu hari para ahli taurat berdiskusi dengan Tuhan Yesus soal “perintah utama” dalam firman Tuhan (Luk 10:25-37). Dengan gamblang, Yesus menjelaskan apa artinya mengasihi Tuhan dan sesama dengan sepenuh hati. Bahkan diberikan contoh konkret bagaimana caranya mengasihi, lewat perumpamaan orang Samaria yang baik hati. “Perbuatlah demikian, maka engkau hidup,” kata Yesus. Pertanyaannya: sesudah mendengarkan Yesus, apakah mereka mau mempraktekkan kasih? Rasanya tidak. Itu sebabnya bagi mereka firman Tuhan “begitu dekat, tetapi tidak begitu nyata.”
Jika anda ingin bisa mengemudikan mobil, tidak cukup hanya membaca buku panduan cara mengemudi. Tidak juga cukup hanya duduk manis di belakang gagang kemudi. Nyalakan mesinnya. Injak pedal gas dan cobalah mulai mengemudi. Baru anda bisa punya pengalaman mengemudi yang “begitu dekat. Begitu nyata.” (JTI)