Ketika memasuki tahun baru ada banyak orang yang mungkin membuat suatu komitmen agar kedepannya ia akan berubah. Ia ingin menjadi pribadi yang baik dan lebih baik lagi. Tidak banyak orang yang memiliki pribadi yang baik, apa adanya dan tidak munafik. Gambaran pribadi ideal semacam ini hanya ada dalam diri Yesus, dan seruan Yohanes kepada orang banyak untuk dibaptiskan adalah dalam kerangka pertobatan mereka dan hidup mengarah untuk menjadi manusia ideal itu (seperti Yesus). Baptisan Yohanes menjadi bukti bahwa seseorang telah dibaharui hati dan pikirannya agar berkenan di hadapan Allah.
Saat itu Yesus juga tampil dan memberi diri untuk dibaptiskan, namun sesungguhnya baptisan Yesus sendiri bukanlah baptisan pertobatan dari keberdosaanNya menuju kehidupan yang baru, tetapi makna dari baptisan yang diterima oleh Tuhan Yesus pada hakikatnya sebagai wujud dari sikap ketaatanNya yang mutlak kepada kehendak Allah Bapa; walaupun Dia adalah Anak Allah, Tuhan Yesus bersedia memposisikan diriNya sama dengan umat manusia yang berdosa. Kristus bersedia merendahkan diriNya di tengah-tengah kehidupan umat manusia.
Dalam baptisan Yesus ada peristiwa, burung dan suara dari langit: “Engkaulah anak yang kukasihi…..” artinya Yesus diakui sebagai anak Allah yang sejati, yang taat dan memiliki gaya hidup Anak Allah.
Pengakuan Allah terhadap Yesus berdampak pada kita selaku orang-orang percaya yang telah dibaptiskan. Kita yang juga telah diangkat menjadi anak-anak Allah sudah seharusnya mencerminkan gaya hidup anak Allah, sebagi anak yang dikasihi dimana Allah berkenan. Perubahan-perubahan dalam hidup itu berawal sejak seseorang percaya dan dibaptiskan, yakni sebagai seorang tebusan ia harus hidup dalam anugerah dan ucapan syukur. Dan yang kedua ia mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus, yang senantiasa mendengarkan suara hati atau hati nurani.
Disinilah tantangannya gaya hidup kita sebagai anak Allah, adakah saudara masih tetap komit dan memiliki kepribadian anak Allah yang kuat setelah menjalani hari ke-10 ditahun yang baru ini ? (JS)