GKI Peterongan

Melepas Keinginan Membalas

Berkuasanya Nelson Mandela sebagai Presiden Afrika Selatan tahun 1994 membuat rakyat Afrika Selatan yang berkulit putih gusar. Mereka khawatir jika Mandela akan melakukan pembalasan terhadap orang-orang kulit putih yang sudah menindas orang-orang kulit hitam selama periode politik Apartheid. Mandela memang melakukan pembalasan, tetapi tindakan pembalasan Mandela di luar dugaan semua orang. Mandela malah melibatkan orang-orang kulit putih di dalam pemerintahannya untuk membangun negara bersama-sama. Pembalasan yang dilakukan Mandela bukan pembalasan yang emosional melainkan sebuah pembalasan yang membangun satu sama lain. Buktinya, Afrika Selatan hari ini jauh lebih damai dan rakyat mau bersatu bersama-sama membangun negara mereka.
Mandela melakukan pembalasan tidak dengan tindakan yang menghancurkan atau destruktif tetapi dengan tindakan-tindakan yang membangun atau konstruktif. Inilah yang dimaksudkan Yesus dalam khotbah-Nya di bukit. Yesus tidak berbicara supaya manusia tidak boleh membalas perbuatan orang lain. Dalam Matius 5:39-44, sangat jelas Yesus meminta umat-Nya untuk melakukan pembalasan. Salah satunya ketika Yesus berkata “jika ada yang menampar pipi kananmu, berikanlah juga pipi kirimu untuk membalas perbuatannya.” Apa artinya?
Hal yang lumrah bagi seorang Yahudi saat itu untuk menampar pipi kanan para budaknya jika mereka melakukan kesalahan. Biasanya para tuan menggunakan punggung tangan kanan untuk menampar. Namun, jika sang budak kemudian memberikan pipi kiri, berarti sang budak mengajak sang tuan untuk menamparnya dengan memakai telapak tangan kanan. Dalam tradisi Yahudi, telapak tangan hanya digunakan orangtua untuk menampar seorang anak sebagai bentuk mendidik. Secara tidak langsung, saat sang budak memberikan pipi kiri, ia juga sedang mengajak tuannya untuk mendidik dirinya, bukan sekadar menghukumnya—seperti yang dilakukan orangtua kepada anaknya.
Dengan demikian, pembalasan yang konstruktif terjadi ketika tindakan-tindakan pembalasan itu bersifat mendidik. Ketika ada yang melakukan kesalahan, balaslah dengan kritik yang dapat membangun orang itu—bukan untuk mempermalukannya. Ketika ada yang melakukan kekeliruan, balaslah dengan kemauan kita untuk mengajari hal yang benar. Lepaskanlah (buanglah) keinginan membalas melalui hal-hal yang destruktif alias tidak bermanfaat. Dengan begitu, kita sedang menunjukkan kekudusan kita sebagai anak-anak Allah. (HAG)

Hizkia Anugrah Gunawan

Arsip