GKI Peterongan

Menang Atas Pencobaan

Si Dani menyontek, lalu dihukum gurunya. Temannya berujar: “Kamu ‘kan anak Polisi? Suruh saja ayahmu datang dan memarahi Pak guru. Pasti nanti dia takut   dan kapok menghukummu lagi.”  Teman ini tahu bahwa sebagai “anak Polisi”, Dani punya kuasa. Dani bisa saja membujuk ayahnya memanfaatkan kuasanya bagi kepentingannya. Ia dicobai untuk menyalahgunakan kuasa yang melekat pada identitasnya.
Pencobaan seperti itulah yang dialami Yesus. Tiga cobaan iblis semuanya diarahkan pada identitas Yesus. Iblis memulai tiap godaan dengan berkata: “Jika Engkau Anak Allah.” Iblis seolah mengakui kehebatan identitas Yesus sebagai “Anak Allah.” Namun Yesus lantas dibujuk untuk memanfaatkan kuasa istimewa itu bagi kepentingan diri-Nya sendiri. Lapar? Ubahlah batu ini jadi roti! Butuh kuasa dunia? Kerjasamalah dengan iblis! Mau demo kuasa rohani, biar orang tahu bahwa Kamu hebat? Buat saja atraksi spektakuler: jatuhkan diriMu dari atap Bait Allah!  Apa yang membuat Yesus bisa menang? Bukan karena Ia pintar mengutip ayat Alkitab (“Ada tertulis…”). Melainkan karena Ia mampu merendahkan diriNya untuk menaati kehendak Sang Bapa. Ia menolak bertindak arogan, mentang-mentang Anak Allah.
Orang Kristen juga punya identitas keren: kita “anak-anak Allah”; “umat pilihan Tuhan.” Hati-hati: godaan iblis kerap diarahkan pada identitas keren ini. Iblis menggoda: “Kamu ‘kan anak-anak Allah? Berbanggalah, sebab status rohanimu lebih tinggi di mata Tuhan daripada semua yang bukan anak Allah!” “Kamu ‘kan umat pilihan? Jadi, tunjukkan kekudusanmu dengan menghakimi dan mendosa-dosakan mereka yang kamu anggap tidak se-kudus kamu.” Goal dari pencobaan iblis adalah membuat orang menjadi sombong rohani dan merasa paling benar. Makin jauhlah sikap merendahkan diri dan memahami sesama. Kita menganggap diri pemenang (winner), sedang orang lain kita anggap pecundang (loser).
Tuhan Yesus berhasil lolos dari pencobaan iblis. Ia menang karena tidak mau memenangkan ego pribadi. Makanya walau menang, tidak pernah Ia memamerkan diri sebagai pemenang. Apakah kita juga begitu?  (JTI)

Pdt. Juswantori Ichwan

Arsip