Pkh. 1:2, 12-14, 2:18-23, Luk. 12:13-21, Kol. 3:1-11
Dalam kehidupan ini apa yang paling didambakan oleh manusia? Jawabnya adalah kesuksesan. Tuhan Yesus mengajak murid-muridnya untuk menemukan hikmat dalam kehidupan ini melalui perumpamaan orang kaya yang bodoh. Gambaran tentang seorang pengusaha, atau seorang petani, yang sangat sukses. Dunia akan menilai dia sebagai orang yang sangat berhasil, namun yang menjadi persoalan adalah bahwa keberhasilan secara duniawi tidaklah sama dengan keberhasilan rohani.
Jadi apa itu sukses? Apakah kesuksesan itu berkaitan dengan pendidikan? Apakah ia dinilai berdasarkan gelar yang anda raih? Apakah ia didasari oleh nilai uang? Apakah sukses itu diukur berdasarkan keberhasilan usaha anda? Apa itu sukses? Si petani dalam perumpamaan ini merasa bahwa ia sudah mendapatkan kesuksesan. Namun apa yang terjadi dengan orang kaya yang bodoh ini? Ia kehilangan jiwanya dan Tuhan Yesus bertanya kepadanya di dalam Lukas 12:20, “Dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” Jadi kesimpulannya seperti yang disampaikan di dalam ayat 21, “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”
Jika anda ingin menjadi kaya, cara yang paling benar untuk itu adalah dengan menjadi kaya di hadapan Allah. Bagaimana caranya menjadi kaya di hadapan Allah? Seperti yang Tuhan Yesus katakan dalam Khotbah di Bukit, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya” (Mat. 6:19-21). Bila kita memberikan milik kita kepada mereka yang membutuhkan maka kita akan memperoleh harta di surga. Di situlah harta duniawi dapat memberi arti. Anda tidak akan pernah kehilangan. Harta di dunia tidaklah langgeng, akan tetapi bila kita memakai harta kita untuk hal yang bermakna bagi sesama kita dalam hidup ini, itulah harta sesungguhnya. (WS)