Matius 25:14-30
Sebelum mengenal Kristus, saya memandang Tuhan seperti seorang Bapak tua raksasa berjubah dan berjenggot putih, yang mampu melihat dan mencatat perilaku umat manusia secara rinci. Entah darimana saya memperoleh gambar ini. Yang pasti, saya memandang hidup adalah soal upah dan hukuman (reward and punishment). Tidak ada anugerah. Utuk setiap perbuatan tercela yang kita lakukan, harus ada perbuatan baik untuk menebusnya.
Hamba ketiga dalam kisah pembagian talenta juga memiliki pandangan yang salah seperti saya. Pandangan yang keliru tentang siapa dirinya dan siapa Tuannya (Mat 25:24). Yang pertama, dia lupa bahwa ia diberi keistimewaan dari Tuhan. Dirinya terpilih sebagai seorang hamba, dipercayakan titipan talenta berdasar hak prerogatif penuh dari Sang Tuan (ayat 14-15). Yang kedua, karena lupa akan keistimewaan dirinya, dia mengambil kesimpulan yang salah mengenai Tuannya, yang akhirnya berakibat pada tindakan yang salah dalam mengelola talenta yang dititipkan. Padahal di awal telah ditegaskan bahwa masing-masing diberi jumlah titipan seturut kesanggupannya. Artinya, Sang Tuan dengan penuh hikmat telah mempertimbangkan kemampuan kita masing-masing sebelum menitipkan talenta.
Perasaan takut melumpuhkan rasa bersyukur. Seharusnya ketika menyadari keistimewaan diri kita yang dititipi talenta, muncul rasa berharga dan penuh syukur. Perasaan ini yang menjadi sumber energi bagi kita untuk mengembangkan talenta yang kita miliki. Juga untuk bertanggungjawab melaksanakan tugas yang telah dipercayakan kepada kita.
Hidup kita menjadi berharga dan kekal ketika Tuhan mengangkat kita menjadi hamba-Nya. Inilah anugerah! Keistimewaan ini adalah sebab, bukan akibat. Inilah sebab utama mengapa kita harus menjalankan hidup kita dengan penuh tanggung jawab, berjuang melaksanakan semua perintah-Nya dan meneladani contoh kehidupan-Nya. Perbuatan baik kita bukan akibat dari rasa takut dihukum, tetapi wujud rasa syukur dan tanggungjawab atas anugerah yang telah diberikan-Nya. Anugerah Tuhan itu harus membangkitkan kesungguhan dalam diri kita. Kesungguhan untuk hidup peka pada bimbingan Roh Kudus dan taat melaksanakan perintah-Nya. Untuk hamba yang rajin dan setia, selain dipersilahkan masuk untuk turut dalam kebahagiaan Tuannya, ada upah yang adil untuk mereka (Why 22:12). (DAA)