GKI Peterongan

Pancarkan Terangmu!

Pembuangan di Babel menjadi periode kelam bagi bangsa Israel. Karena itu, mereka menantikan Allah memancarkan terang-Nya. Penantian ini membuat bangsa Israel berupaya mendekatkan diri pada Allah melalui berbagai ritual ibadah, salah satunya berpuasa. Namun Allah tetap diam dan seolah tidak peduli terhadap seruan mereka (Yes. 58:3a). Dalam kondisi inilah Allah menyatakan firman-Nya melalui Yesaya. Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak senang dengan berbagai ritual ibadah yang dilakukan bangsa Israel. Allah kecewa karena ritual peribadahan mereka tidak sesuai dengan sikap mereka terhadap sesama. Mereka tidak peduli dengan kondisi orang lain: orang teraniaya tidak ditolong, orang miskin dibiarkan kelaparan, tidak berani melawan ketidakbenaran serta ketidakadilan, dsb.
Singkatnya, bangsa Israel tidak memancarkan terang kepada sesamanya di tengah penantian mereka terhadap pancaran terang Allah. Yesaya 58:10 berkata “apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri, dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.” Pancaran terang Allah baru dirasakan seiring manusia memancarkan terang kepada sesama. Percuma saja jika kita rajin beribadah dan pelayanan tetapi kita cuek terhadap sesama. Keduanya harus berjalan beriringan.
Hari ini kita merayakan Sakramen Perjamuan Kudus. Biasanya, jumlah kehadiran umat saat Perjamuan Kudus melonjak dibandingkan minggu-minggu lainnya. Hal ini memperlihatkan antusiasme umat merayakan Perjamuan Kudus—kala Allah mengundang kita mencicipi kasih-Nya melalui roti dan air anggur. Tentunya setiap orang memiliki pengalaman dan penghayatan yang beragam dalam Perjamuan Kudus. Terlebih saat kita memiliki pergumulan hidup yang berat, Perjamuan Kudus sering dihayati sebagai penegasan ulang bahwa Allah akan menolong kita. Namun, hal itu belum cukup. Seperti penegasan-Nya pada Israel, terang Allah dapat kita rasakan kala kita juga mau memancarkan terang pada sesama. Apakah kita siap untuk memperhatikan dan menerima sesama kita apa adanya? Apakah kita berani untuk menyatakan kebenaran? Apakah kita mau mengundang orang-orang yang kelaparan makan bersama-sama dengan kita? Jika kita sudah menunjukkan antusiasme mengikuti Perjamuan Kudus, maka sudah seharusnya kita pun berantusias memancarkan terang kepada sesama!  (HAG)

Hizkia Anugrah Gunawan

Arsip