Penderitaan. Jalan salib. Kata-kata ini tidak enak didengar, tetapi sering dikotbahkan dari mimbar gereja. Tidak heran, dalam 40 tahun terakhir muncul banyak gereja baru yang berusaha menampilkan iman Kristen minus penderitaan. Yang diberitakan dari mimbar melulu soal berkat melimpah, karunia, dan kemenangan dalam Yesus… tanpa jalan salib! Ajaran semacam ini lebih populer dan diminati. Cocok dengan semangat jaman, dimana orang ingin mendapatkan apapun secara instan, tanpa perlu bersusah-payah.
Petrus hampir terjerumus dalam gaya berpikir ”anti-salib” ini. Ketika Yesus memberitakan bahwa Ia harus menempuh jalan penderitaan, Petrus ”menarikNya ke samping dan menegor Dia” (Mar 8:32). Tujuannya baik. Petrus ingin Yesus sadar bahwa jalan penderitaan bukan topik yang menjual. Bahkan bisa merusak populeritas Yesus. MembuatNya kehilangan suporter! Menurut Petrus, sebagai Mesias, Yesus lebih cocok bicara soal kemenangan. Bagaimana Ia akan mendongkel penjajah Romawi dan membwa Israel dalam kemenangan. Jadi, Petrus ingin ”menyadarkan” Yesus. Tetapi Yesus malah memarahinya: ”Enyahlah, iblis!” Menurut Yesus, jalan penderitaan tak dapat dihindari jika ingin memperoleh kemuliaan. Tanpa pengorbanan, tidak bisa terjadi penebusan. Tanpa memikul salib, tidak ada kemenangan. Para murid, termasuk kita, perlu juga memegang prinsip ini ketika mengikut Yesus.
Kita bukan orang yang hobi menderita. Yesus pun tidak mengajari kita ”mencintai penderitaan.” Jalan salib tidak perlu dicari-cari. Tetapi jika kita harus menghadapinya, jalanilah! Bertahanlah! Jangan mencari jalan alternatif yang lebih mudah dan cepat. Sebab hanya di ujung jalan salib itu, ada kemenangan sejati. (JTI)