GKI Peterongan

Say No To Revenge: Katakan Tidak Pada Balas Dendam

Suatu hikayat lama menceritakan mengapa dua kerajaan di antah berantah musnah sama sekali sampai daerah yang luas itu menjadi suatu padang yang gersang dan terlantar. Semua bermula dari seorang pedagang yang memukul seorang nelayan dari kerajaan sebelah. Nelayan itu pulang dengan kesal, lalu menceritakan pada sanak saudaranya. Saudara-saudara si Nelayan tidak terima, mereka segera mendatangi rumah pedagang itu, mencarinya, dan memberi pukulan sesuai dengan apa yang diterima oleh si Nelayan. Melihat si Pedagang didatangi oleh banyak orang, saudara-saudaranya merasa tersinggung. Mereka mengumpulkan massa, kemudian mendatangi kampung si Nelayan dan mencari si Nelayan. Melihat ada sekumpulan orang hendak mengeroyok salah seorang dari mereka, warga kampung si Nelayan menjadi berang dan menghabisi orang-orang yang datang ke tempat mereka itu. Salah seorang dari mereka selamat, pulang dan menceritakan kepada wali negeri. Wali Negeri menganggap, ini adalah masalah yang serius, kemudian mengerahkan pasukan untuk menyerbu kerajaan sebelah. Singkat cerita, dua kerajaan bertempur habis-habisan, bertahun-tahun, hingga akhirnya keduanya sama-sama musnah.

Ketika Taurat mengatur syarat membalas dendam adalah “mata ganti mata, gigi ganti gigi,” maka itu sesungguhnya mencoba mendorong semua orang untuk tidak membalas dendam. Mengapa? Karena manusia sejatinya tidak pernah bisa memberi pembalasan yang setimpal. Kemarahan, benci, dendam, rasa sakit, mendorong orang untuk membalas lebih: lebih pahit, lebih kejam, lebih jahat dari yang orang lain lakukan. Kalaupun ada yang mau membalas setimpal, tetapi banyak hal, membuat pembalasan itu terasa tidak adil.

Daud dalam bacaan kita (2 Sam. 9:1-13) diperhadapkan pada situasi yang menguntungkan untuk membalas dendam. la telah menang, Saul dan keluarganya telah ditumpas, dan kini yang tersisa dari keluarga Saul hanyalah Mefiboset yang tidak berdaya. Daud tentu tidak lupa dengan perbuatan jahat Saul atas dirinya. Tetapi Daud tidak membiarkan ingatan itu berlanjut dengan pembalasan dendam, sebaliknya ia memilih untuk mengampuni keluarga Saul, dan berlaku baik terhadap Mefiboset yang ada di hadapannya. Katakan tidak pada balas dendam. Ampuni, seperti Tuhan telah mengampuni kita juga. “Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan,”(Mzm 130:3-4). XND

GKI Peterongan

Arsip