Menyerukan suara kenabian, kita bisa belajar banyak dari sikap Yesus. Ketika Yesus turun di Gerasa ia dijumpai oleh orang yang kerasukan setan, tidak berpakaian dan tinggal di pekuburan.Jika dilihat dari sudut pandang orang yang kerasukan setan maka sesungguhnya orang ini sudah lama mengalami hal itu dan terbelenggu hidupnya. Anehnya kondisi semacam ini dibiarkan begitu saja oleh masyarakat di sekitarnya dan pemandangan yang demikian dianggap wajar, serta tidak ada yang merisaukannya. Yang kerasukan biarlah kerasukan, masyarakat yang hidup dan bekerja ya….berjalan dengan rutinitasnya. Yang penting tidak ada interaksi yang menyebabkan gangguan dalam suatu harmoni.
Tentu ketika Yesus melihat hal ini ada kepincangan, mengapa ? Ya bisa jadi masyarakat tetap saja bisa tenang karena area orang kerasukan ini di pekuburan, tidak di perkampungan, namun bagi Yesus orang kerasukan ini tertawan dalam kehidupan yang tidak normal karena iblis, sementara tidak ada satupun dari masyarakat yang ingin berbuat sesuatu untuk membebaskan orang ini.
Oleh sebab itu Karya Yesus di Gerasa ini adalah merupakan suara kenabian dalam suatu tindakan yang nyata. Injil Lukas menyatakan hal ini dengan bahasa simbol.
1. Ketika Yesus mengusir legiun dari dalam diri orang ini, Yesus ingin menunjukkan bahwa orang ini sudah seharusnya memiliki kehidupan yang bebas sama seperti orang lainnya.
2. Ketika Yesus memperkenankan legiun itu masuk ke dalam babi-babi, bukan berarti Yesus menurut pada setan-setan itu, akan tetapi Yesus ingin mengingatkan bahwa perhatian terhadap orang lain, seharusnya sama seperti ketika seseorang memperhatikan apa yang menjadi miliknya (babi yang menjadi harta milik). Nilainya sama besar.
3. Dan Yesus juga ingin mengatakan bahwa kadang untuk menyadarkan masyarakat dari situasi yang tidak normal kepada kondisi normal, ada harga yang harus dibayar sebagai suatu pengorbanan. Sama seperti Yesus yang membayar harga manusia agar mereka kembali hidup normal yaitu kematiannya di atas salib.
Di negara kita ini begitu banyak orang merasa frustrasi dengan kegagalan sistemik yang melanda kehidupan moralitas dan perilaku bangsa ini. Tindakan korupsi sudah menjadi budaya yang dimaklumi dalam segala aspek kehidupan bersama. Entah karena frustrasi dengan kelakuan petinggi yang menjarah miliaran hingga triliunan dana public, tidak sedikit rakyat biasa menjadi latah untuk ikutan korup. Belum lagi kita tersandera budaya suap yang terpaksa harus kita pilih agar urusan cepat selesai dan usaha lancar. Lalu adakah gereja dan orang Kristen terusik dengan kepincangan yang ada dalam kehidupan masyarakat……di mana suara kenabian mereka ? (JS)