Memulai dengan hal yang benar
Memulai dengan hal yang benar menjadi titik awal yang sangat signifikan dalam berbagai peristiwa. Dalam pertandingan olahraga misalnya, ketika wasit memberikan tanda untuk mulai pertandingan, atlet yang akan bertanding harus sudah dalam keadaan siap. Terlambat terjun ke air, terlambat mulai berlari, servis yang dinyatakan “fault” atau “out”, semua itu bisa menjadi faktor penghambat bagi seorang atlet untuk menang. Dalam berbagai peristiwa kehidupan kita, gambaran yang sama juga terjadi: saat kita memulai sesuatu dengan cara-cara yang tidak benar, akan banyak hal yang menjadi rintangan di depan – dan terutama, kita tidak mendapat perkenan Tuhan. Mengawali hari dengan kebohongan, mengawali karir baru dengan kecurangan, mengawali pelayanan dengan kesombongan, semua ini bisa menjadikan kita terbelit dalam persoalan-persoalan pelik yang kemudian juga dapat membuat kita sulit merasakan pertolongan Tuhan, sebab dari awal kita sudah melakukan semuanya semau kita sendiri dan tidak melibatkan Tuhan.
Salah satu babak kehidupan keluarga yang memerlukan awal yang benar adalah saat seseorang memutuskan untuk berkeluarga. Kisah Abraham mengutus Eliezer untuk mencarikan calon isteri bagi Ishak memperlihatkan bahwa Abraham menyandarkan rencana dan masa depan keluarganya ke dalam tangan Tuhan. Abraham yang pada saat itu telah pergi meninggalkan Ur Kasdim dan tinggal di antara orang Kanaan, memberitahukan apa yang diimaninya dari Tuhan, kepada Eliezer yang diutus ke kampung halaman Abraham untuk membawa seorang perempuan dari sana untuk menjadi isteri Ishak. Eliezer pun menaati perkataan Abraham. Akhirnya, Ribka dibawanya pulang dan ia menjadi isteri Ishak.
Di zaman sekarang, pada umumnya kita sudah tidak menganut sistem perjodohan yang ditentukan oleh orang tua. Kisah Abraham mengutus Eliezer untuk mencarikan calon isteri bagi Ishak bukan untuk secara harafiah kita ikuti / untuk kita lakukan terhadap anak-anak kita. Namun demikian, ada suatu nilai yang sangat penting di sini, yang dilakukan Abraham bagi keluarganya, yaitu ia membawa anaknya untuk memulai babak baru kehidupannya dari titik awal yang benar, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kiranya ini pun menjadi tekad kita bersama keluarga kita. Baik dalam memilih pasangan hidup yang sepadan, maupun dalam setiap perencanaan yang lain, mari kita mengawalinya selalu dari titik awal yang sesuai dengan firman Tuhan. Percayalah bahwa ketika kita setia di jalan-Nya, Ia akan senantiasa menunjukkan jalan-Nya bagi kita, dan menguatkan kita untuk terus melangkah. Bagaimana jika ada sesuatu yang sudah terlanjur kita lakukan dengan salah? Saat ini juga mari kita putuskan untuk mengubahnya, membawanya ke titik awal yang benar, membenahi semuanya dan melanjutkan langkah kita dengan bersandar pada kuasa Tuhan. Tuhan memberkati keluarga kita! (HAS)