GKI Peterongan

Tetap Teguh Karena Tidak Takut Diancam

“Tinggalkanlah tempat ini… Herodes hendak membunuh engkau,” kata orang-orang Farisi kepada Yesus (Luk 13:31). Tumben. Biasanya mereka antipati kepada Yesus. Koq kali ini memberi “saran simpatik”? Sebenarnya ini ancaman terselubung. Yesus ditakut-takuti untuk pergi bersembunyi. Jika Yesus takut lantas pergi, apa jadinya? Populeritas orang-orang Farisi yang selama ini anjlok gara-gara kehadiran Yesus, bakal naik lagi. Misi kasih-Nya tak akan tercapai. Oleh sebab itu, Yesus tidak gentar. “Aku harus meneruskan perjalanan-Ku,” kataNya (ay.33). Yesus bukannya berjalan menuju tempat aman untuk sembunyi, malah menuju Yerusalem, markas para pengancamNya!
Di negeri kita banyak orang suka menciptakan ancaman demi mencapai tujuan. Para jurnalis diancam saat membuka kebobrokan penguasa. Warga Jakarta diancam oleh kelompok radikal dengan bom Thamrin. Gubernur Ahok berkali-kali menerima ancaman karena keberaniannya menertibkan ibukota. Sekelompok mahasiswa FISIP UI yang memberi edukasi tentang gender kepada kelompok LGBT diancam dengan tuduhan melakukan “gerakan propaganda masif dan penularan.” Walau minim bukti, isu “darurat LGBT” terus dihembuskan lewat TV, koran, seminar, dan media sosial. Masyarakat jadi merasa ini “ancaman baru”, lalu panik dan berburuk sangka terhadap mereka. Ancaman bahkan datang dari para pemimpin agama yang suka menghakimi dan menakut-nakuti.
Apakah anda pernah atau sering diancam? Kita tidak dapat menghindari ancaman, namun seperti Yesus, kita bisa memilih untuk tidak takut diancam. Jika anda berjalan sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti kasih dan keadilan, anda bisa berkata seperti Yesus: “Aku harus meneruskan perjalananku.” Sikap Yesus bukan sikap sok berani. Ia tahu siapa yang seharusnya ditakuti: Allah, bukan penguasa. Ia juga tahu apa yang harus dibela: kasih dan kemurahan hati, bukan apa kata orang di kanan-kiri. Itulah yang membuatNya tetap teguh, tidak goyah. (JTI)

Pdt. Juswantori Ichwan

Arsip